Jakarta, AlifMH.info - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah keras tudingan beberapa pihak, perihal obral izin yang disebut terjadi di era Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Siti Nurbaya. Informasi yang tidak valid ini memaksa KLHK harus membuka data demi keadilan informasi di publik.
''Hal paling penting bagi Indonesia sebenarnya
adalah langkah-langkah perbaikan lingkungan yang konsisten ke depan. Namun
sayangnya di situasi bencana, banyak pihak yang memanfaatkan situasi dengan
obral data yang tidak benar ke publik. Kewajiban kami adalah meluruskan
informasi tersebut, sehingga publik mendapatkan referensi yang tepat,'' tegas
Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah dalam rilis pada media, Rabu (27/1/2021).
Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah |
Data KLHK menunjukkan luas areal pemberian izin
kawasan hutan dari berbagai periode pemerintahan, baik untuk kebun, HPH, HTI
ataupun tambang/IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Data ini penting
disampaikan karena banyak dikaitkan dengan sumber penyebab terjadinya bencana
alam akhir-akhir ini.
Dijelaskan bahwa selama periode 1984-2020 terdapat
pelepasan kawasan hutan seluas 7,3 juta hektar, di mana 746 izin seluas 6,7
juta hektar, atau lebih 91%-nya diberikan sebelum Presiden Jokowi memulai
pemerintahan pada akhir Oktober 2014.
Di era Presiden Jokowi hingga tahun 2020, ada izin
113 unit seluas lebih dari 600 ribu hektar, di mana 22 lokasi tersebut dengan
luas lebih dari 218 ribu hektar telah memperoleh persetujuan prinsip pelepasan
di antara tahun 2012-2014.
''Dengan demikian, lebih dari 91% pelepasan kawasan
hutan, atau seluas lebih dari 6,7 juta hektar, selama 36 tahun terakhir,
berasal dari era sebelum Pak Jokowi dan Ibu Siti Nurbaya menjabat,'' ungkap
Nunu.
Sementara itu data HTI (Hutan Tanaman Industri),
hingga Desember 2020, tercatat izin dikeluarkan lebih dari 11,2 juta hektar.
Khusus untuk di era Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya, izin
dikeluarkan sebanyak 1,2 juta hektar atau hanya 10,7 % dari keseluruhan izin
yang diberikan sebelumnya.
''Itupun dari izin tersebut, hampir 590 ribu ha
sebenarnya telah memperoleh persetujuan prinsip dari Menteri tahun 2011-2014.
Jadi sebenarnya izin yang dikeluarkan di era Presiden Jokowi hanya seluas 610
ribu ha lebih, atau 5,4% izin HTI yang telah diberikan sampai dengan Desember
2020,'' jelas Nunu.
Sedangkan hutan alam atau HPH tercatat izin seluas
18,7 juta hektar yang diberikan sampai Desember 2020. Selama 2015-2020 era
pemerintahan Presiden Jokowi, dikeluarkan izin seluas 291 ribu hektar atau
setara dengan di bawah 1,6% dari luas total yang diberikan. Artinya lebih dari
98% izin HPH sudah ada di era sebelum Presiden Jokowi.
Khusus untuk izin tambang/IPPKH yang diberikan
dalam kawasan hutan, totalnya lebih kurang 590 ribu hektar sejak orde baru
hingga tahun 2020. Sementara di tahun 2015-2020, izin yang keluar seluas 131
ribu ha atau lebih dari 22%. Artinya izin tambang terbesar, lebih dari 300 ribu
ha, atau lebih dari 50% diberikan selama periode 2004-2014.
''Dari izin seluas 131 ribu ha izin IPPKH selama
era Presiden Jokowi, seluas 14.410 ha atau sebanyak 147 unit izin, adalah untuk
prasarana fisik umum seperti untuk
jalan, bendungan, menara seluler, dll. Sedangkan izin tambang dalam
rangka ketahanan energi nasional listrik 35.000 MW dan batubara, seluas lebih
kurang 117 ribu ha,'' ungkapnya.
Seluruh IPPKH yang diterbitkan KLHK, jelas Nunu,
telah sesuai ketentuan teknis dan hukum, serta dilengkapi dengan izin Sektor
(IUP/KK/PKP2B/IUPTL), Dokumen Lingkungan (Amdal/UKL-UPL), dan rekomendasi
Gubernur.
Terhadap kegiatan pertambangan mineral dan
batubara, KLHK juga sudah memberlakukan pengendalian penggunaan kawasan hutan.
Antara lain dengan tidak menerbitkan IPPKH baru pada areal kawasan hutan yang
masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian izin Baru (PIPPIB) moratorim
hutan primer dan gambut, serta pada area dalam Peta Indikatif TORA dan pada
areal izin Perhutanan Sosial.
Selain itu dilakukan pembatasan kegiatan minerba
dengan kuota maksimal 10% dari luas areal izin pemanfaatan atau pengelolaan
hutan. Menteri LHK Siti Nurbaya juga membatasi luasan IPPKH untuk kegiatan
minerba paling luas untuk 1 (satu) IPPKH adalah 1.000 Ha.
''Secara umum luas areal izin tambang dalam kawasan
hutan jauh lebih kecil dibanding dengan
izin-izin yang diterbitkan oleh Pemda/instansi terkait di luar kawasan hutan,
termasuk illegal mining operations yang telah berjalan bertahun-tahun hingga
puluhan tahun sebelum era Presiden Jokowi,'' kata Nunu.
''Oleh karena itu, kebijakan pemulihan lingkungan
dan law enforcement menjadi komitmen kuat yang dijalankan pada pemerintahan
ini. Gakkum KLHK yang baru terbentuk di 2015 bekerja sangat keras, melakukan
hal yang mungkin hampir tidak terdengar sebelumnya,'' jelas Nunu.
Tidak hanya menghentikan obral izin dan melakukan
penegakan hukum lingkungan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi
juga terus menggeser penguasan izin untuk swasta, dan lebih berpihak ke
masyarakat.
Sebelum tahun 2015, izin dikuasai perusahaan hingga
mencapai 95,76 %. Sementara izin untuk masyarakat hanya mendapatkan alokasi
4,14 %. Kondisi miris ini kemudian perlahan berubah mulai dari tahun 2015
sampai dengan memasuki tahun 2021.
''Alokasi izin untuk masyarakat melalui program
Perhutanan Sosial dan TORA, saat ini telah meningkat hingga mencapai 18,4%. Per
Desember 2020, realisasi izin hutan sosial untuk masyarakat mencapai
4.417.937,72 ha, dengan penerima manfaat sekitar 895.769 KK. Terdapat 6.798
unit SK yang diberikan kepada rakyat, bukan pada korporasi. Angka ini akan
terus meningkat dan berpihak kepada rakyat,'' jelas Nunu.
Pelibatan masyarakat juga menjadi salah satu kunci
KLHK dalam melakukan rehabilitasi atau pemulihan lingkungan. Di antaranya
melalui program Kebun Bibit Desa, Kebun Bibit Rakyat, dan berbagai program
padat karya lainnya.
[ ا MF ]