Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran |
Jakarta,
AlifMH.info - Berdasarkan Siaran Pers Nomor: B-021/SETMEN/HM.02.04/02/2021 (Rabu, 10/02/2021), Anak merupakan generasi
penerus bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya, salah satunya
yaitu pemenuhan hak sipil berupa akta kelahiran. Namun sayangnya, masih banyak
anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran. Hal inilah yang mendorong
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
menyelenggarakan Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran dengan
melibatkan Kementerian/Lembaga, Organisasi Masyarakat, dan komunitas lainnya.
“Pemerintah terus berupaya mempercepat peningkatan
kepemilikan akta kelahiran bagi seluruh anak Indonesia. Melalui Forum
Koordinasi ini, Kemen PPPA berupaya membangun sinergi dan memperkuat komitmen
K/L serta lembaga masyarakat untuk menindaklanjuti berakhirnya masa berlaku
Nota Kesepahaman (MoU) Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran Anak dalam rangka
Perlindungan Anak di Indonesia pada 2020. MoU ini harus ditindaklanjuti, dan ke
depan, MoU ini harus memiliki target dan mekanisme koordinasi yang lebih jelas
dan rinci. Hal ini dilakukan demi mencapai target terwujudnya 100% kepemilikan
akta kelahiran anak Indonesia pada 2024,” ungkap Asisten Deputi Bidang
Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak, Deputi Bidang Pemenuhan
Hak Anak, Endah Sri Rejeki dalam Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta
Kelahiran yang dilaksanakan secara virtual.
Endah menjelaskan berdasarkan data Ditjen Dukcapil,
Kementerian Dalam Negeri pada 2020, angka kepemilikkan akta kelahiran anak
secara nasional mencapai 93,78%. Jika dibandingankan dengan total 80 juta anak
Indonesia, berarti ada 6% atau sekitar 5 juta anak Indonesia belum memiliki
akta kelahiran. Hal tersebut bisa disebabkan karena beberapa hal, pertama,
karena kondisi geografis Indonesia sehingga pelayanan akta kelahiran sulit
menjangkau seluruh masyarakat. Kedua, akses internet yang sulit terjangkau.
Ketiga lokasi pelayanan akta kelahiran yang jauh dari masyarakat. Hingga faktor
budaya, sosial dan adat istiadat setempat, serta kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya kepemilikan akta kelahiran.
“Sebagian masyarakat mungkin sudah paham, tapi
kendalanya di status perkawinan, sehingga beberapa di antaranya enggan mengurus
akta kelahiran, belum lagi surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM)
kebenaran data kelahiran yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat. Di
sisi lain, anak yang tidak memiliki akta kelahiran tentunya akan berisiko
kesulitan mendapatkan akses pendidikan, dieksploitasi menjadi pekerja anak, kesulitan
mengakses jaminan sosial, dimanipulasi identitasnya, dikawinkan saat usia anak,
menjadi korban perdagangan anak, dan adopsi illegal karena tidak adanya
identitas yang sah sejak mereka lahir,” terang Endah.
Untuk menangani permasalahan tersebut, pada 10
Agustus 2015 telah disepakati Nota Kesepahaman (MoU) Percepatan Kepemilikan
Akta Kelahiran Anak dalam rangka Perlindungan Anak di Indonesia yang melibatkan
8 (delapan) Kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, dan Kemen
PPPA.
MoU yang masa berlakunya telah berakhir pada 2020
ini, bertujuan untuk mensinergikan program maupun peran para pihak terkait dalam
rangka meningkatkan percepatan kepemilikian akta kelahiran bagi anak di dalam
maupun di luar negeri. Adapun upaya yang dilakukan meliputi perumusan dan
fasilitasi penerapan kebijakan, sosialisasi, advokasi, serta membangun
koordinasi dan kerjasama untuk melindungi dan menyelesaikan segala permasalahan
terkait kepemilikan akta kelahiran bagi anak Indonesia.
Kemen PPPA bersama Kementerian Dalam Negeri juga
telah membuat buku saku Panduan Bersama Hak Sipil Anak dalam Pengurusan Akta
Kelahiran yang dikemas dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
masyarakat agar memudahkan mereka memahami pentingnya akta kelahiran bagi anak.
Selama 2020, Kemen PPPA juga telah melakukan sosialisasi percepatan
kepemilikkan akta kelahiran anak secara daring yang difokuskan pada 15 provinsi
dan 85 kabupaten/kota yang presentasi kepemilikan akta kelahirannya masih di
bawah angka rata-rata nasional.
“Selain itu, advokasi secara daring juga dilakukan
ke 13 K/L serta 8 provinsi dan 24 kabupaten/kota. Pada 2021 ini, akan dilanjutkan
advokasi dan sosialisasi kepada provinsi dan kabupaten/kota,” jelas Endah.
Sementara itu, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak
Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin di sela-sela kunjungan kerjanya di lokasi bencana
di Kota Semarang menegaskan, bahwa untuk mencapai 100% semua pihak harus
bersinergi dan turut memastikan agar seluruh anak dapat terlindungi tanpa
terkecuali, sesuai dengan prinsip Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu non
diskriminasi (tidak boleh mendiskriminasi anak), memastikan semua anak dalam
kondisi apapun terpenuhi hak-hak sipilnya antara lain yaitu mempunyai akta
kelahiran. “Selama 2021 ini, Kemen PPPA juga akan fokus pada anak yang berada
dalam kondisi khusus, seperti anak di lokasi bencana, di lembaga pengasuhan
alternatif (seperti panti asuhan), anak berhadapan dengan hukum, anak WNI di
luar negeri dengan status illegal, anak yang orang tuanya mengalami stigma di
masyarakat. Kita harus memastikan semua anak memperoleh akta kelahiran, karena
ini merupakan salah satu hak dasar anak ,” tegas Lenny.
Direktur Pencatatan Sipil, Ditjen Kependudukan dan
Catatan Sipil Kemendagri, Handayani menuturkan bahwa pada 2021, Kemendagri akan
berupaya melaksanakan berbagai program pencatatan akta kelahiran, yaitu
mencapai target minimal 95% anak harus memiliki akta kelahiran, meningkatkan
pelayanan pencatatan kelahiran di kabupaten/kota yang cakupan kepemilikan akta
kelahirannya belum mencapai 92%, terutama di 10 Provinsi, yaitu Aceh, Sumut,
Riau, NTT, Sulteng, Sulbar, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
“Kami juga akan memfasilitasi dan mendorong Dinas
Dukcapil untuk melakukan pelayanan jemput bola (stelsel aktif) termasuk di
daerah 3T, dan bekerjasama dengan instansi/pihak terkait, seperti rumah sakit,
bidan, sekolah dan desa/kelurahan. Selain itu, memberikan dana alokasi khusus
(DAK) bidang pelayanan administrasi kependudukan untuk meningkatkan pelayanan
pencatatan kelahiran kepada seluruh Dinas Dukcapil Provinsi dan Kab/Kota, serta
meningkatkan kapasitas aparat daerah yang menangani pencatatan kelahiran,” tutup
Handayani.
[ ا MF ]