Jakarta,
AlifMH.info - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue
Dohong bersama Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH),
Djoko Hendratto menjelaskan progres terkini kerjasama pengurangan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK) melalui mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation (REDD+) dengan beberapa pihak internasional, Rabu
(11/2/2021).
"Bahwa dalam kerangka keberhasilan Indonesia
mengurangi emisi GRK melalui mekanisme REDD+, Indonesia telah mendapatkan
komitmen pendanaan Result Based Payment (RBP) REDD+ dari: (1) Letter of Intent
(LoI) RI-Norwegia, (2) Green Climate Fund (GCF), dan (3) Program Forest Carbon
Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) World Bank untuk provinsi
Kalimantan Timur," ujar Wamen Alue secara daring kepada rekan-rekan media.
RBP Norwegia dikatakannya merupakan pembayaran atas
kinerja pengurangan emisi GRK dari kegiatan REDD+ untuk periode 2016-2017
sebesar 11,23 juta ton CO2eq, dengan nilai sebesar USD 56 juta. Sementara RBP
GCF diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ periode
tahun 2014-2016 sebesar 20,3 juta ton CO2eq dengan nilai USD 103,8 juta.
Selanjutnya RBP dari kerjasama FCPF Carbon Fund
World Bank di Provinsi Kalimantan Timur diberikan atas kinerja penurunan emisi
GRK dari kegiatan REDD+ sebesar 22 juta ton CO2eq dengan nilai USD 110 juta
untuk tiga kali tahap pembayaran antara tahun 2021 – 2025.
Untuk RBP GCF, saat ini dalam proses menyelesaikan
project document yang menyajikan detail pemanfaatan dana yang harus disampaikan
oleh Indonesia kepada GCF selambat lambatnya pada April 2021.
Sedangkan untuk RBP FCPF Carbon Fund World Bank
sudah dilakukan penandatanganan Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA)
antara KLHK dan World Bank pada tanggal 27 November 2020 dan proses pembayaran
RBP sebesar 22 juta ton CO2eq senilai USD 110 juta, direncanakan akan dilakukan
dalam 3 tahap, yaitu pada tahun 2021 sebesar 5 juta ton CO2eq senilai USD 25
juta, pada tahun 2023 sebesar 8 juta ton CO2eq senilai USD 40 juta, dan pada
tahun 2025 sebesar 9 juta ton CO2eq senilai USD 45 juta.
Kemudian terkait Kerjasama RBP Indonesia-Norwegia
Wamen LHK menyebut menjadi kasus yang cukup menarik. Dijelaskan olehnya jika
pada saat ini proses realisasi pembayaran RBP Norwegia tahap pertama senilai
USD 56 juta sudah melalui serangkaian tahapan proses yang panjang dimana kedua
belah pihak sudah sepakat bersama, dan Pemerintah Indonesia sudah memenuhi
semua syarat syarat yang diminta, namun pembayaran belum terealisasi hingga
saat ini.
"Semua
sudah kita penuhi tinggal pihak Norwegia bayar. Janjinya akhir tahun 2020 yang
lalu akan dikucurkan dananya. Indonesia sudah berkomitmen, BPDLH sudah siap,
syarat-syarat sudah kita penuhi tinggal kita tunggu komitmen Pemerintah
Norwegia untuk menyelesaikan pembayaran itu" tambah Wamen.
Bahkan Wamen pun berujar bahwa kesepakatan atas
angka capaian pengurangan emisi GRK yang terverifikasi dan rencana
pembayarannya telah diumumkan bersama antara Wamen LHK dan Dubes Norwegia
melalui konferensi pers pada 27 Mei 2020.
Kesepakatan tersebut kemudian juga telah
diformalkan lewat forum Joint Consultation Group (JCG) meeting antara
Pemerintah RI dan Norwegia yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2020.
Pemerintah Norwegia pun disebutnya sudah
mengumumkan melalui rilis resmi Menteri Iklim dan LH pada tanggal 3 Juli 2020
yang menyatakan bahwa bersedia untuk membayar USD 56 juta atau equivalent 530
juta NOK kepada Pemerintah Indonesia
(https://www.regjeringen.no/.../noreg-betaler-530-milionar...).
Selanjutnya Djoko Hendratto menjelaskan jika BPDLH
selain mengelola dana dari program REDD+ sebagaimana tersebut di atas, juga
diberikan mandat untuk mengelola dana reboisasi dengan total nilai Rp 2,014 T
yang didistribusikan dengan skema dana bergulir untuk usaha kehutanan.
"Usaha kehutanan yang dapat dibiayai dengan
dana tersebut bervariasi, mulai dari usaha kehutanan on-farm, antara lain
pembiayaan terhadap usaha pembuatan tanaman kehutanan, tunda tebang tanaman
kehutanan, pemungutan tanaman kehutanan dan usaha kehutanan off-farm, antara
lain pengelolaan hasil hutan dan sarana produksi," ujarnya.
Total dana yang telah disalurkan sampai akhir tahun
2020 sebesar Rp 1,434 T, dimana pada tahun 2019 telah disalurkan sebesar Rp
578.910.150,- dan pada tahun 2020 telah disalurkan sebesar Rp 151.414352.390,-.
Atas sisa dana sekitar Rp 580 M telah
masuk dalam pipeline BPDLH, dimana pada tahun 2021-2022 akan disalurkan kepada
4.220 debitur yang telah berkomitmen sebelumnya dengan nilai sebesar Rp
606,393,430,862,-. Selain itu, sisa dana tersebut juga akan disalurkan kepada
debitur baru. Beberapa proposal baru telah diterima BPDLH sebanyak 2430
proposal dengan nilai sebesar Rp 777,500,000,000 dan sedang dalam proses
penilaian.
"Namun demikian untuk dana RBP dari beberapa
kerjasama internasional tadi ini tidak diarahkan untuk pembiayaan sektor mikro
seperti yang disebutkan oleh Direktur Utama BPDLH, melainkan Pemerintah RI
sudah membuat Investment Plan yang diarahkan untuk memperkuat aksi-aksi
mitigasi untuk mengurangi emisi di lapangan seperti salah satu contohnya untuk
pemulihan mangrove dan gambut," pungkas Wamen LHK.
Hadir pula dalam acara tersebut Direktur Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim, Ruandha Agung S., Kepala Badan Litbang dan
Inovasi, Agus Justianto, dan Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan
Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanti.
[ ا MF ]